Selasa, 03 Juli 2012

Karena Allah Sayang Kita

Setiap manusia yang lahir ke muka bumi pasti menghadapi permasalahan/cobaan/ujian. Kadar ujiannya berbeda-beda, ada yang ujiannya berat, ada yang ringan dan adapula yang sedang-sedang saja. Semakin berat ujian maka semakin besar pula pahala yang didapat. Tentunya jika kita sabar menghadapi setiap ujian tersebut maka pahala akan kita raih, tapi jika kita tidak sabar maka murka Allah yang kita dapat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya besarnya balasan tergantung besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka (dengan suatu musibah), maka barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan (dari Allah) dan barangsiapa yang marah maka baginya kemarahan (Allah).” (HR. At-Tirmidziy no.2396 dari Anas bin Malik, lihat Silsilah Ash-Shahiihah no.146). Ini membuktikan bahwa Allah sangat mencintai dan menyayangi kita dengan cara memberi ujian/cobaan kepada kita. Terkadang terlintas dalam pikiran kita bahwa Allah membenci dan tidak suka dengan kita dengan memberi berbagai ujian/cobaan, padahal sebaliknya maka bersyukurlah kita dengan ujian tersebut karena Allah masih ingat dan sayang kepada kita. Allah ingin kita selalu dekat dengan_Nya, dengan ujian/cobaan itu kita membuat kita ingin selalu dekat dengannya, memohon ampunannya dan megharap selalu kepadanya.Contohnya saja ujian berupa sakit. berikut ini saya kutip artikel dari Facebook Belajar Fikih.


Kalau kita tahu sebenarnya tak ada alasan untuk sedih dan mengeluh saat kita sakit, karena sebenarnya itu adalah kasih sayang Allah SWT pada kita. Kita mengeluh saat sakit karena kita tak tahu rahasianya. Tulisan pendek ini membuktikan bahwa sakit itu harus disyukuri karena itu adalah bukti kasih sayang Allah pada kita. Allah mengutus 4 malaikat untuk selalu menjaga kita dalam sakit.

Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya.”

Ujaran Rasulullah SAW tsb diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili. Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda:

“Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”

Allah memerintahkan:
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya.
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya, maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.

Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.

Namun untuk malaikat ke 4, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”

Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut ke dalam laut.”

Dengan ini, maka kelak si sakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”

Subhanallaah … Subhanallaah … !!!

“Tiada seorang mu’min yang ditimpa oleh lelah atau penyakit, atau risau fikiran atau sedih hati, sampai pun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah.” (HR Bukhari-Muslim)

“Jika sakit seorang hamba hingga tiga hari, maka keluar dari dosa-dosanya sebagaimana keadaannya ketika baru lahir dari kandungan ibunya.” (HR Ath-Thabarani)

“Penyakit panas itu menjaga tiap mu’min dari neraka, dan panas semalam cukup dapat menebus dosa setahun.” (HR Al-Qadha’i)






sumber : FB Belajar Fikih

Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan melalui PTT


PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DAN PENDAPATAN MELALUI PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) DI KECAMATAN TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG
Zahara dan Nasriati

ABSTRAK
Peningkatan produktivitas dan produksi pangan diharapkan mampu mengatasi ancaman krisis pangan. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas padi di Indonesia melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Perpaduan dari berbagai komponen teknologi yang dirakit dan disesuaikan dengan kondisi lokasi tertentu diharapkan menghasilkan produksi yang tinggi. Salah satu komponen teknologi yang diterapkan di SLPTT padi adalah varietas unggul baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas padi, kelayakan usaha dan peningkatan pendapatan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Penelitian dilaksanakan di lokasi SLPTT Kabupaten Tulang Bawang Barat Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai dengan September 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode demplot di lokasi LL menggunakan pendekatan PTT. Varietas yang diuji pada demplot yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis. Varietas kontrol yang digunakan pada kajian ini yaitu Varietas Ciherang. Data yang dikumpulkan antara lain produksi, biaya produksi meliputi benih padi, pupuk, dan biaya tenaga kerja. Produksi padi yang dihasilkan merupakan produksi ubinan. Pendapatan usahatani dapat dihitung menggunakan rumus : P = TR – TC. Untuk mengetahui kelayakan dan keberhasilan usahatani digunakan analisis rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio). Hasil penelitian menunjukkan produktivitas meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4 sebesar 3.100 kg/ha (10,71 %), Inpari 7 sebesar 3.300 kg/ha (17,86 %), Inpari 9 sebesar 3.600 kg/ha (28,57 %) dan Cigelis sebesar 3.000 kg/ha (7,14 %) sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya mencapai 2.800 kg/ha. Pendapatan meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4 sebesar Rp. 4.030.000,-/ha (164,26 %), Inpari 7 sebesar Rp. 4.530.000,-/Ha (197,05 %), Inpari 9 sebesar Rp. 5.280.000,-/ha (246,23 %) dan Cigelis sebesar Rp. 3.780.000,-/ha (147,87 %) sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya sebesar Rp. 1.525.000,-/ha. Usahatani padi untuk uji VUB layak diusahakan karena nilai R/C rasio > 1 yaitu Inpari 4 sebesar 1,08, Inpari 7 sebesar 1,22, Inpari 9 sebesar 1,42 dan Cigelis sebesar 1,02.
Kata kunci : PTT, produktivitas, pendapatan, kelayakan usaha
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa pada tahun 2010 dan pada Tahun sebelumnya mencapai 231 juta jiwa (BPS,2009).  Kondisi ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia selalu bertambah setiap tahunnya. Sejalan dengan pertambahan penduduk maka kebutuhan akan pangan meningkat pula. Pertambahan penduduk  bila tidak dibarengi dengan pertambahan stok pangan maka akan terjadi krisis pangan. Indonesia merupakan negara agraris yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, namun tidak menjamin kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Hal ini terbukti dengan selalu terjadi kekurangan stok pangan dan harus mengimpor dari luar, tahun ini Indonesia berencana akan kembali mengimpor beras sebesar 1,75 juta ton. Jika ini terealisasi, maka Indonesia merupakan importir beras terbesar kedua di dunia. Beberapa komoditas pangan utama yang diimpor yaitu kedelai (70 persen), garam (50 persen), daging sapi (23 persen), dan jagung (11,23 persen) (VOANews.com,2011). Ketergantungan Indonesia yang besar terhadap impor sejumlah komoditas pangan utama menyebabkan Indonesia terancam menghadapi krisis pangan. Demikian menurut Direktur Riset Institute for Development of Economics of Finance (Indef), Evi Noor Afifah (VOANews.com,2011). Indikator ancaman krisis pangan ini juga tergambar dari daya beli masyarakat yang terus tergerus akibat lonjakan harga. Saat ini sejumlah komoditas pangan seperti beras, minyak goreng, cabe, tahu, tempe, daging sapi dan daging ayam terus mengalami kenaikan yang sangat signifikan. Gagal panen akibat pergantian cuaca yang ekstrim merupakan penyebab pemerintah melakukan impor beras.
Swasembada beras masih menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka menghadapi ancaman krisis pangan. Peningkatan produktivitas dan produksi pangan diharapkan mampu mengatasi ancaman krisis pangan. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan produktivitas padi di Indonesia adalah Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu. Perpaduan dari berbagai komponen teknologi yang dirakit dan disesuaikan dengan kondisi lokasi tertentu diharapkan menghasilkan produksi yang tinggi. Tindakan PTT merupakan good agronomic practices  yang meliputi : (a) penentuan pilihan komoditas adaptif sesuai agroklimat dan musim tanam, (b) varietas unggul adaptif dan benih bermutu tinggi, (c) pengelolaan tanah, air, hara dan tanaman secara optimal, (d) pengendalian hama penyakit secara terpadu, dan (e) penanganan panen dan pasca panen secara tepat (Sumarno dan Suyamto, 2000).  Salah satu komponen teknologi yang diterapkan di SLPTT padi adalah varietas unggul baru. Ada berbagai varietas yang dikenalkan dan diterapkan dalam SLPTT padi diantaranya yaitu Inpari 1, Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9, Cigeulis. SLPTT dilaksanakan di hamparan sawah seluas 25 Ha, 24 ha untuk SLPTT dan 1 ha untuk Laboratorium Lapang (LL).
Pada tahun 2010 Kabupaten Tulang Bawang Barat melaksanakan SLPTT padi seluas 2500 ha yang teridiri dari SL (sekolah lapang) padi inbrida sebanyak 88 unit dan padi hibrida 12 unit. Untuk memudahkan penerapan teknologi model PTT pada setiap unit SL-PTT dibentuk 1 unit LL (Laboratorium Lapang). LL merupakan kawasan yang berada dalam areal SL-PTT yang berfungsi sebagai areal percontohan (demplot) bagi petani peserta SL-PTT (Deptan, 2008). Untuk LL disediakan sarana produksi berupa benih unggul dan pupuk. SL-PTT di Kabupaten Tulang Bawang Barat dilaksanakan di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Tulang Bawang Udik dan Tumijajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas padi, kelayakan usaha dan peningkatan pendapatan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di lokasi SLPTT Kabupaten Tulang Bawang Barat Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Uji VUB dilaksanakan di 6 (enam) desa yaitu Tunas Asri, Wono Kerto, Candra Kencana, Mulya Jaya, Pulung Kencana dan Panaragan. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai dengan September 2010.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode demplot di lokasi LL menggunakan pendekatan PTT. Teknologi yang diterapkan yitu penggunaan  VUB, pupuk sesuai dengan Peraturan Meneri Pertanian Nomor : Permenten/OT.104/4/2007, sistem tanam jejer legowo. Varietas yang diuji pada demplot yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis. Varietas kontrol yang digunakan pada kajian ini yaitu Varietas Ciherang. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang dikumpulkan antara lain produksi, biaya produksi meliputi benih padi, pupuk, dan biaya tenaga kerja. Produksi padi yang dihasilkan merupakan produksi ubinan. Pendapatan usahatani dapat dihitung menggunakan rumus :P = TR – TC
dimana :   P  = Pendapatan bersih usahatani (Rp)
    TR  = Total penerimaan usahatani (Rp)
     TC  = Total Biaya (Rp)
Untuk mengetahui kelayakan dan keberhasilan usahatani digunakan analisis rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio). Analisis kelayakan usahatani dihitung menggunakan rumus:
     R/C  = TP/BT(Rasio atas biaya total)
Keterangan : TP = Total penerimaan usahatani (Rp)
         BT = Biaya total (Rp)
Jika :                R/C > 1, maka dikatakan usahatani layak
                        R/C < 1, maka dikatakan usahatani tidak layak
                        R/C = 1, maka dikatakan usahatani impas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan SLPTT bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi dengan menguji Varietas Unggul Baru (VUB). Dalam penelitian ini varietas unggul yang diuji pada lokasi SLPTT yaitu Varietas Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis sedangkan pada lokasi non SLPTT Varietas Ciherang sebagai varietas pembanding. Produktivitas padi dari masing-masing varietas yang diuji dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Prosentase peningkatan produktivitas dan pendapatan petani padi pada lokasi
  SLPTT padi di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang.

No
Uraian
 Lokasi SLPTT
Lokasi Non SLPTT
Inpari 4
Inpari 7
Inpari 9
Cigelis
Ciherang
1
Produktivitas (kg/ha)
3.100
3.300
3.600
3.000
2.800
2
Prosentase peningkatan (%)
10,71
17,86
28,57
7,14
-
3
Pendapatan bersih (Rp/ha)
4.030.000
4.530.000
5.280.000
3.780.000
1.525.000
4
Peningkatan pendapatan (%)
164,26
197,05
246,23
147,87
-

Dari Tabel 1 terlihat bahwa produktivitas padi pada lokasi SLPTT lebih tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas padi pada lokasi non SLPTT. Hal menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas padi pada lokasi SLPTT. Produksi tertinggi dicapai oleh oleh varietas Inpari 9 sebesar 3.600 kg/ha atau meningkat sebesar 28,57 %. Menurut Suprihatno et al (2009), bahwa potensi hasil varietas Inpari 9 adalah 9,3 ton/ha dan rata-rata hasil 6,41 ton/ha. Selain itu varietas Inpari 9 memiliki bentuk tanaman tegak, agak tahan penyakit hawar daun bakteri ras III dan agak tahan penyakit tungro inokulum no. 013. Selanjutnya diikuti oleh varietas Inpari 7 sebesar 3.300 kg/ha atau meningkat sebesar 17,86 %, varietas Inpari 4 sebesar 3.100 kg/ha atau sebesar 10,71 % dan varietas Cigelis sebesar 3.000 kg/ha atau naik sebesar 7,14 %. Keempat varietas yang diuji pada lokasi SLPTT memiliki produksi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas Ciherang pada lokasi non SLPTT yang hanya mencapai 2.800 kg/ha. Perbedaan ini disebabkan pada lokasi SLPTT diterapkan komponen teknologi berupa Varietas Unggul Baru (VUB) yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis. Selain itu juga menggunakan pemupukan berimabang menggunakan Bagan warna Daun (BWD) dan sistem tanam legowo.
Menurut Peng (1994), Potensi hasil padi tipe baru dapat mencapai 30-50% lebih tinggi daripada varietas yang ada, pada lingkungan yang sesuai di daerah tropis. Namun pada penelitian ini peningkatan hasil tidak mencapai 30 %, hal ini disebabkan tanaman terserang hama penyakit blast, keong mas dan tikus, banyaknya hama tikus disebabkan lokasi uji varietas yang berdekatan dengan tanaman karet. Selain itu kondisi iklim yang ekstrim juga menjadi penyebab hasil tidak maksimal. Tetapi tetap saja mengalami kenaikan produktivitas bila dibandingkan dengan varietas Ciherang yang biasa ditanam oleh petani walaupun kenaikannya tidak signifikan. Berdasarkan hasil penelitian Zaini (2008) menyimpulkan bahwa dengan pendekatan Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT) yang menggunakan varietas padi inbrida mampu berproduksi 6,49 ton GKG/ha. Peningkatan  produktivitas padi di lokasi SLPTT juga disebabkan karena penggunaan sistem tanam jejer legowo.  Dengan sistem tanam jejer legowo semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir tanaman yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir). Dengan adanya barisan kosong (legowo), penyerapan nutrisi oleh akar menjadi lebih sempurna sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Setyanto dan Kartikawati,  2008).  System tanam jejer legowo lebih menguntungkan karena tanaman tidak saling berebut makanan, sehingga akar dalam setiap rumpun padi memperoleh nutrisi yang optimal yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan juga produksi.
Pendapatan varietas Inpari 9 meningkat sebesar 246,23 %, dilanjutkan dengan varietas Inpari 7  naik sebesar 197,05 %, varietas Inpari 4 naik sebesar 164,26 % dan varietas Cigelis  naik sebesar 7,14 %. Produktivitas yang tinggi diikuti dengan pendapatan yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan tujuan SLPTT yaitu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani sehingga mampu meningkatkan pendapatan.
Penerimaan merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani padi diperoleh dari nilai produksi dikalikan dengan harga jual. Pendapatan usahatani diperoleh dari penerimaan rata-rata dikurangi dengan biaya pengeluaran rata-rata. Biaya usahatani merupakan penggunaan faktor-faktor produksi pada proses usahatani padi. Pendapatan rata-rata petani peserta SLPTT dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.  Analisis usahatani padi pada lokasi SLPTT dan non SLPTT Kecamatan   
             Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang.
No
Uraian
Lokasi SLPTT
Lokasi Non SLPTT
Inpari 4
Inpari 7
Inpari 9
Cigelis
Ciherang
1
Biaya Usahatani






-  Benih
160.000
160.000
160.000
160.000
160.000

-  Pupuk Urea
170.000
170.000
170.000
170.000
255.000

-  Pupuk Ponska
540.000
540.000
540.000
540.000
810.000

-   Tenaga Kerja
2.850.000
2.850.000
2.850.000
2.850.000
2.850.000

Total Biaya Usahatani
3.720.000
3.720.000
3.720.000
3.720.000
4.050.000
2
Penerimaan






-  Produksi GKP (kg)
3.100
3.300
3.600
3.000
2.800

-  Harga Jual (Rp/kg)
2.500
2.500
2.500
2.500
2.000

-  Nilai Produksi
7.750.000
8.250.000
9.000.000
7.500.000
5.600.000
3
Pendapatan
4.030.000
4.530.000
5.280.000
3.780.000
1.550.000
R/C rasio
1,08
1,22
1,42
1,02
0.38

            Tabel 2 menunjukkan produksi padi pada lokasi SLPTT lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi non SLPTT. Penerimaan tertinggi diperoleh varietas Inpari 9 sebesar Rp. 9.000.000/ha, diikuti varietas Inpari 7 sebesar Rp. 8.250.000,-/ha, varietas Inpari 4 sebesar Rp. 7.750.000,-/ha dan Cigelis sebesar Rp. 7.500.000,-/ha.  Penerimaan total diperoleh dari pengalian antara harga dan produksi. Penerimaan total dikurangi biaya maka diperoleh pendapatan bersih. Peningkatan produksi secara langsung berpengaruh terhadap pendapatan. Pendapatan tertinggi dicapai oleh varietas Inpari 9 sebesar 5.280.000/ha, diikuti dengan varietas Inpari 7 sebesar Rp. 4.530.000,-/ha, varietas Inpari 4 sebesar Rp. 4.030.000,-/ha dan pendapatan terendah dicapai oleh varietas Cigelis sebesar Rp. 3.780.000,-/ha. Perbedaan tingkat pendapatan disebabkan perbedaan produksi yang dicapai oleh masing-masing VUB.
            Nilai kelayakan usahatani (R/C rasio) menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan layak atau tidak untuk diusahakan. Nilai R/C rasio dari ketiga varietas pada lokasi SLPTT dan lokasi non SLPTT tidak berbeda jauh. Nilai R/C rasio untuk keempat varietas rata-rata mencapai nilai > 1 artinya usahatani padi dengan menggunakan keempat varietas tersebut layak diusahakan. Nilai R/C rasio untuk Inpari 9 lebih besar dari varietas lainnya yaitu 1,42, artinya setiap Rp. 1,- biaya yang dikeluarkan untuk berusahatani padi di lokasi SLPTT akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,42,-. Usahatani padi menggunakan varietas inpari 9 layak diusahakan karena nilai R/C rasio > 1. Nilai R/C rasio untuk varietas Cigelis lebih kecil dari varietas Inpari 4, Inpari 7 dan inpari 9 yaitu 1,02,- artinya setiap Rp.1,- biaya yang dikeluarkan dalam berusahatani padi pada lokasi SLPTT akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,02,-. Usahatani padi menggunakan varietas Cigelis layak diusahakan karena nilai R/C rasio >1. Sedangakan nilai R/C rasio untuk varietas Ciherang pada lokasi non SLPTT yaitu 0,38,- artinya setiap Rp. 1,- biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 0,38,-. Nilai R/C rasio < 1 maka usahatani padi menggunakan varietas Ciherang tidak layak untuk diusahakan bahkan akan mengalami kerugian.
KESIMPULAN
            Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.      Produktivitas meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4 sebesar 3.100 kg/ha (10,71 %), Inpari 7 sebesar 3.300 kg/ha (17,86 %), Inpari 9 sebesar 3.600 kg/ha (28,57 %) dan Cigelis sebesar 3.000 kg/ha (7,14 %) sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya mencapai 2.800 kg/ha.
2.      Pendapatan meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4 sebesar Rp. 4.030.000,-/ha (164,26 %), Inpari 7 sebesar Rp. 4.530.000,-/Ha (197,05 %), Inpari 9 sebesar Rp. 5.280.000,-/ha (246,23 %) dan Cigelis sebesar Rp. 3.780.000,-/ha (147,87 %) sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya sebesar Rp. 1.525.000,-/ha.
3.      Usahatani padi untuk uji VUB layak diusahakan karena nilai R/C rasio > 1 yaitu Inpari 4 sebesar 1,08, Inpari 7 sebesar 1,22, Inpari 9 sebesar 1,42 dan Cigelis sebesar 1,02.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-
Ekonomi  Indonesia. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Jakarta.
Peng, S.G.S. 1994. Evaluation of the new plant ideotype for increased yield potential. In:
         K.G.Cassman (Ed). Breaking the Yield Barrier. International Rice Research Institute,   
         Philippines. P.5-20.
Setyanto, P dan R. Kartikawati. 2008. Sistem Pengelolaan Tanaman Padi Rendah Emisi Gas
    Metan. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan, Vol 27 (3): 154-163
Sumarno, I.G. Ismail dan S. Partohardjono. 2000. Konsep Usahatani Ramah Lingkungan
          dalam Makarim et al. (Eds). Prosiding Simposium Penelitian Tanaman pangan IV.
          Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan. Konsep dan Strategis
          Peningkatan Produksi Pangan. Pusat Penelitian dan pengembangan Tanaman
          Pangan. Bogor
Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki, S.E., Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari,  
         M.Y. Samaullah, dan H. Sembiring. 2009. Deskripsi varietas Padi. Balai Besar
         Penelitian Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 105 halaman.Zaini, Z. 2008. Memacu Peningkatan Produktivitas Padi sawah melalui Inovasi Teknologi          
         Budidaya Spesifik Lokasi dalam Era Revolusi Hijau Lestari.  Majalah Pengembangan
         Inovasi Pertanian Volume 2 (1). Hlm 3.
 WWW.VOANews.Com. Krisis Pangan Ancam Indonesia. Jakarta. Rabu, 02 Maret 2011






Senin, 02 Juli 2012

Dampak PUAP Terhadap Pendapatan Petani Padi


Dampak Pelaksanaan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani Padi Penerima BLM PUAP Di Lampung

Zahara, Jamhari Hadipurwanta
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung
HP. 085789868936, Email : ara_muaniezdeh@yahoo.com

ABSTRAK

Kemiskinan memerlukan penanganan yang cukup serius dan melibatkan berbagai pihak, bukan saja pemerintah namun juga dunia usaha, relawan sosial dan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Bulan Maret 2009 jumlah penduduk miskin mencapai 32,53 juta jiwa atau 14,15 % dari jumlah total penduduk Indonesia. Peduduk miskin lebih banyak berada di pedesaan yaitu 20,62 juta jiwa atau 17,35 persen dari total penduduk di Desa. Oleh karena itu, untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya Usaha Agribisnis sekaligus mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan Kementerian Pertanian meluncurkan kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP bertujuan menumbuh kembangkan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai potensi wilayah sasaran, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani miskin, petani/peternak (pemilik tanah/penggarap) skala kecil dan buruh tani, berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan maupun musiman, pemberdayaan gapoktan/poktan yang ada di daerah sasaran PUAP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak PUAP terhadap pendapatan petani khususnya petani padi dan mengetahui kelayakan usaha (R/C) rasio usahatani padi, serta adakah perbedaan terhadap pendapataan usahatani padi anatara sebelum dan setelah Program BLM PUAP.

Penelitian ini dilakukan  di lokasi tiga lokasi penerima BLM PUAP di Lampung dari bulan Januari sampai dengan Desember 2009. Pengumpulan data dilakukan terhadap petani padi yang menerima BLM PUAP. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) di tiga kabupaten yaitu Lampung Utara, Lampung Selatan dan Lampung Timur, dengan jumlah sampel 30 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan perhitungan statistik menggunakan uji t dengan sampel berpasangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1)  Program PUAP berdampak positif terhadap pendapatan petani. Sebelum PUAP pendapatan petani sebesar Rp. 6.399.047,00 dan setelah PUAP sebesar Rp. 8.435.686,00, ada selisih sebesar Rp. 2.036.639,00; (2) Sebelum PUAP nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 3 dan R/C rasio atas biaya total adalah 2,43. Setelah PUAP nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 3 dan R/C rasio atas biaya total adalah 2,83. Nilai R/C rasio lebih dari satu artinya usahatani padi layak untuk diusahakan; (3) Hasil uji ststistik diperoleh nilai t-hitung = │-2,618│ dan t-tabel = 1,645 jika t-hitung > t-tabel maka tolak H0.  Artinya ada perbedaan yang nyata terhadap pendapatan usahatani padi antara sebelum dan setelah PUAP.
Kata kunci : dampak PUAP, kemiskinan, pendapatan.
                                                   
PENDAHULUAN

Permasalahan kemiskinan cukup kompleks khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan memerlukan penanganan yang cukup serius dan melibatkan berbagai pihak, bukan saja pemerintah namun juga dunia usaha, relawan sosial dan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Bulan Maret 2009 jumlah penduduk miskin mencapai 32,53 juta jiwa atau 14,15 % dari jumlah total penduduk Indonesia. Peduduk miskin lebih banyak berada di pedesaan yaitu 20,62 juta jiwa atau 17,35 persen dari total penduduk di Desa. Sebagian besar penduduk di pedesaan bekerja sebagai petani yang kehidupannya dibawah garis kemiskinan. Diperkirakan sekitar 80% penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan adalah para buruh tani dan petani yang menguasai lahan garapan kurang dari 0.3 hektar.

Sebagian besar pendapatan rumah tangga miskin di pedesaan berasal dari kegiatan pertanian atau usaha agribisnis. Kegiatan pertanian atau usaha agribisnis yang dilkaukan oleh petani masih belum mampu meningkatkan pendapatan mereka sehingga kesejahteraan petani masih rendah. Hal ini disebabkan karena petani tersebut hanya memilki lahan yang sempit, cara bercocok tanam yang tradisional, sarana dan prasarana yang tidak mendukung, akses yang rendah terhadap pasar dan keterbatasan modal. Oleh karena itu untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya Usaha Agribisnis sekaligus mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan, Pemerintah mengeluarkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Sehubungan dengan hal tersebut Kementerian Pertanian meluncurkan kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang mendukung PNPM-M melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan Usaha Agribisnis sesuai potensi daerah sasaran. Usaha agribisnis dapat berupa kegiatan produktif budidaya (on farm) baik tanaman pangan, hortikultura, perikanan dan peternakan dan kegiatan non budidaya (out farm) yang terkait dengan komoditas pertanian yaitu industri rumah tangga pertanian, pemasaran hasil pertanian dan usaha lain yang berbasis pertanian.

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) bertujuan menumbuh kembangkan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai potensi wilayah sasaran, mengurangi kemiskinan dan pengangguran, meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani miskin, petani/peternak (pemilik tanah/penggarap) skala kecil dan buruh tani, berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan maupun musiman, pemberdayaan gapoktan/poktan yang ada di daerah sasaran PUAP. Sasaran Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) hanya ditujukan kepada desa miskin/tertinggal yang di dalamnya terdapat gapoktan/poktan yang aktif.

Persiapan pelaksanaan Program PUAP dimulai pada tahun 2007, tetapi baru direalisasikan pada tahun 2008 dengan sasaran 33 propinsi, 379 kabupaten/ kota 1.834 kecamatan  miskin dan 10.542 desa miskin. Sasaran PUAP pada awal program adalah: (1) berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa; (2) berkembangnya 10.000 gapoktan/poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani; (3) meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak skala kecil, buruh tani; dan (4) berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman. Total desa miskin/gapoktan yang direncanakan menerima dana BLM-PUAP adalah 11.000 desa miskin/gapoktan. Tahun 2008, program PUAP dapat direalisasikan pada 10.542 gapoktan di 10.542 desa. Pemerintah telah mengeluarkan dana sebesar Rp. 3.505.369.742.000,00 pada tahun 2008. Dari dana tersebut, alokasi untuk  Lampung sebesar Rp.26.511.675.000,00 yang tesebar di 10 Kabupaten dan 269 desa/gapoktan pada tahun 2008. Pemanfaatan dana tersebut digunakan petani untuk modal berusahatani baik tanaman pangan, hortikultura, perkebuanan, peternakan maupun non usahatani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak PUAP terhadap pendapatan petani khususnya petani padi dan mengetahui kelayakan usaha (R/C) rasio usahatani padi, serta adakah perbedaan terhadap pendapataan usahatani padi anatara sebelum dan setelah Program BLM PUAP.
BAHAN DAN METODE
 Penelitian dilakukan pada tiga kabupaten di Propinsi  Lampung yaitu Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Timur. Responden diambil dari 10 gapoktan dari tiga tabupaten dan dari 10 gapoktan diambil sampel sebanyak 30 orang responden. Penelitian dilakukan pada Bulan Desember 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Dampak PUAP dapat dilihat dari peningkatan pendapatan petani sebelum menerima dan setelah menerima dana BLM PUAP. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan kotor dan pengeluaran kotor usahatani. Pendapatan usahatani dapat dihitung menggunakan rumus :
P = TP – (Bt + Btt)
Dimana :   P  = Pendapatan bersih usahatani (Rp)
                  TP  = Total penerimaan usahatani (Rp)
                  Bt  = Biaya tunai (Rp)
            Btt = Biaya tidak tunai (Rp)
Untuk mengetahui kelayakan dan keberhasilan usahatani digunakan analisis rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio). Analisis kelayakan usahatani dihitung menggunakan rumus:
     R/C    TP/BT  (Rasio atas biaya total)
R/C    TP/Bt  (Rasio atas biaya tunai)
Dimana BT = Bt + Btt
Keterangan : TP = Total penerimaan usahatani (Rp)
           BT = Biaya total (Rp)
            Bt  =  Biaya tunai
            Btt =  Biaya tidak tunai
Jika :
                        R/C > 1, maka dikatakan usahatani layak
                        R/C < 1, maka dikatakan usahatani tidak layak
                        R/C = 1, maka dikatakan usahatani impas

Untuk menguji perbedaan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah adanya program PUAP, dihitung dengan menggunakan uji t untuk pengamatan berpasangan (walpole, 1995) dengan rumus sebagai berikut :
t hitung
 Keterangan: d – do = Rata-rata tingkat pendapatan setelah ada dana pinjaman –
              sebelum ada dana pinjaman.
Sd       = Standar deviasi
n         = Jumlah observasi
v         = Derajat Bebas
Hipotesis yang diajukan yaitu:
1.    Tidak ada perbedaan yang nyata terhadap pendapatan usahatani sebelum dan sesudah adanya program PUAP.
2.    Adanya perbedaan yang nyata terhadap pendapatan sebelum dan sesudah adanya Program PUAP. Hipotesis tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
Kriteria Uji :
Ho ditolak apabila t-hitung > t-tabel, v = n-1, α = 0.05
Ho diterima apabila t-hitung < t-tabel, v = n-1, α = 0.05
 HASIL DAN PEMBAHASAN
1.    Pendapatan petani sebelum dan setelah menerima BLM PUAP
Pendapatan diperoleh dari pengurangan penerimaan rata-rata dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan. Penerimaan adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Dalam penelitian ini penerimaan usahatani padi diperoleh dari jumlah produksi total padi  yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual padi. Biaya usahatani dihitung dari penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses usahatani. Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang dan jasa secara tunai yang meliputi : benih, pupuk, pestisida, herbisida, pengolahan tanah, tenaga kerja dari tanam sampai panen. Sedangkan Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli barang dan jasa secara tidak tunai yang meliputi : tenaga kerja dalam keluarga dan biaya lainnya (pajak, iuran desa/IPAIR).

Pendapatan usahatani rata-rata dihitung sebelum petani menerima BLM PUAP pada  musim tanam ke-II tahun 2008. Analisis pendapatan usahatani petani responden sebelum dan setelah menerima dana BLM PUAP dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.  Rata-rata Pendapatan Usahatani Padi Sebelum dan Setelah PUAP
               Tahun 2008 di Lampung
Uraian
Nilai rata-rata sebelum PUAP
Nilai rata-rata setelah PUAP
A. Penerimaan


1. Jumlah Produksi Beras (kg)
             5,241
5,465
2. Harga Jual (Rp/kg)
             2,060
2,361
3. Nilai Produksi
   10,876,028
13,051,708
B. Biaya Usahatani


1. Biaya Tunai


a. Benih
        287,811
338,862
b. Pupuk Kandang
           71,133
61,258
c. Urea
        326,641
244,879
d. SP-18
        303,053
225,223
e. Phonska
        356,876
416,814
f.  Pupuk Alternatif
           71,333
45,000
g. Pestisida
105,315             
137,010
h. Herbisida
        72,852
82,149
i.Tenaga Kerja (Tanam-Panen)
        1,893,087
2,392,763
Total Biaya Tunai
     3,636,893
3,943,958
2. Biaya yang diperhitungkan


j. TKDK
        543,033
513,138
k. Biaya lainnya
        297,054
158,926
Total Biaya yang diperhitungkan
        840,088
672,064
C. Total Biaya Usahatani
     4,476,981
     4,616,022
D. Pendapatan total
     6,399,047
   8,435,686
E. Pendapatan  atas biaya tunai
     7,239,134
     9,107,750
F. Pendapatan  atas biaya yg diperhitungkan
   10,035,940
   12,379,644
G. R/C Rasio atas biaya tunai
                     3
                     3
H. R/C Rasio atas biaya yg diperhitungkan
                   12
                   19
I. R/C Rasio atas biaya  total
2,43
2,83
Sumber : data primer diolah (dihitung per hektar)
Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat terlihat produksi rata-rata padi sebelum PUAP sebesar 5.241 kg dan setelah PUAP sebesar 5.465 kg atau meningkat 224 kg (4,27%). Harga jual rata-rata sebelum PUAP Rp. 2.060,00/kg GKG dan setelah PUAP Rp. 2.361,00/kg GKG atau meningkat Rp. 301/kg GKG (14,61%). Jumlah produksi dikalikan dengan harga jual diperoleh penerimaan rata-rata sebelum PUAP sebesar Rp. 10.876.028,00 dan setelah PUAP Rp. 13.051.708,00. Terjadi peningkatan rata-rata penerimaan total usahatani padi sebelum dan setelah PUAP sebesar Rp. 2.175.680,00 atau 20 %. Penerimaan rata-rata ini meningkat karena jumlah produksi padi juga meningkat sebesar 224 kg (4,27%) setelah adanya PUAP disebabkan petani beralih menggunakan benih unggul berlabel dan adanya peningkatan harga jual Rp. 301/kg GKG. Petani meggunakan bantuan modal ini untuk membeli benih yang lebih unggul dan berkualitas dan penanganan pasca panen.

Biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai digunakan petani untuk membeli sarana produksi yaitu benih, pupuk, pestisida serta untuk membayar tenaga kerja mulai dari olah tanah sampai panen. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya tidak tunai untuk membayar iuran air (IPAIR) dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya tunai yang dikeluarkan petani sebelum PUAP sebesar Rp. 3.636.893,00 dan setelah PUAP sebesar Rp. 3.943.958,00 atau terjadi peningkatan biaya usahatani sebesar Rp. 307.065,00 (8,44%). Peningkatan biaya usahatani setelah PUAP karena petani menggunakan dana BLM PUAP untuk membeli semua sarana produksi yang lebih banyak dan tentunya lebih berkualitas misalnya benih unggul bersertifikat dalam upaya menerapkan teknologi produksi yang direkomendasikanh. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar produktivitas tanaman padi lebih baik lagi sehingga hasil panen yang diperoleh pun juga akan mengalami peningkatan (Prihartono, M.K, 2009). Sebelumnya petani hanya menggunakan sarana produksi seadanya karena keterbatasan modal. Selain itu petani mengalokasikan dana bantuan PUAP untuk membayar tenaga kerja mulai dari olah tanah sampai panen. Biaya tenaga kerja sebesar Rp. 1.893.087,00 sebelum PUAP dan setelah PUAP Rp. 2,392,763,00 atau meningkat sebesar Rp. 499.676,00 (26,39 %). Biaya yang diperhitungkan sebelum PUAP sebesar Rp. 840.088,00 dan setelah PUAP sebesar Rp. 672.064,00 atau terjadi penurunan sebesar Rp. 168.024,00. Hal ini menunjukkan petani mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, dan menambah penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga. Dengan kata lain terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja di perdesaan setelah pelaksanaan PUAP pada usahatani padi. Total pendapatan rata-rata yang diperoleh dari selisih antara total penerimaan dan total biaya usahatani menunjukkan adanya kenaikan sebesar Rp. 2.036.639,00 (31,83 %) yaitu dari Rp.  6.399.047,00/ha sebelum PUAP menjadi Rp. 8.435.686,00/ha setelah PUAP. Hal ini berarti pelaksanaan program PUAP pada usahatani padi mampu meningkatkan pendapatan petani.

Peningkatan pendapatan ini sudah sejalan dengan tujuan program PUAP yaitu meningkatkan kesejahteraan petani miskin, dan indikator kesejahteraan adalah peningkatan pendapatan petani. Dengan meningkatnya pendapatan petani padi maka meningkat pula kesejahteraan keluarga petani. Hal ini menunjukkan bahwa program PUAP berdampak positif terhadap pendapatan petani dalam berusahatani padi.
 2.    Uji Statistik
Peningkatan pendapatan yang telah dihitung tersebut harus di uji secra statistik. Apakah ada perbedaan pendapatan yang signifikan antara sebelum dan setelah program PUAP. Oleh karena itu perlu diuji dengan uji statistik menggunakan rumus t-test untuk data berpasangan atau paired sample t-test (Walpole, 1995). Hasil Uji statistik pendapatan petani berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel  2.  Hasil  Analisis Statistik t-hitung terhadap Pendapatan  Usahatani
Luas Lahan
t-hitung
t-tabel
Kesimpulan
1 Ha
│- 2,618│

1,645
Perbedaan yang nyata (tolak H0)
Sumber : data diolah
Hasil pengujian statistik menggunakan rumus t-test menghasilkan nilai t-hitung sebesar -2,618 dan nilai t-tabel sebesar 1,645. Berdasarkan kriteria uji jika t-hitung > t-tabel maka tolak H0. Tabel 2 diatas menunjukkan nilai t-hitung > nilai t-tabel, maka tolak H0 pada taraf  nyata 5 persen (α = 0,05). Kesimpulannya ada perbedaan yang nyata terhadap pendapatan usahatani padi sebelum dan setelah program PUAP.
 3.    Analisis R/C rasio
Analisis R/C rasio adalah perbandingan antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost). Semakin besar penerimaan maka semakin besar pula nilai R/C rasio. Hasil perhitungan analisis R/C rasio sebelum dan setelah PUAP dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini :
Tabel 3. Hasil Perhitungan R/C rasio Sebelum dan Setelah PUAP
Uraian
Sebelum PUAP
Setelah PUAP
R/C rasio atas biaya tunai
3
3
R/C rasio atas biaya total
2,43
2,83
Sumber : data diolah
Berdasarkan Tabel 4 dapat terlihat perbedaan yang tidak terlalu signifikan pada nilai R/C rasio atas biaya tunai sebelum dan setelah PUAP yaitu 3. Artinya setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan petani dalam usahatani padi maka petani akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp. 3,00.  Nilai R/C rasio untuk biaya total  sebesar 2,43 artinya setiap Rp. 1,00 biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 2,43,00. Jika nilai R/C rasio lebih dari satu,maka usahatani layak untuk diusahakan. Dapat disimpulkan bahwa usahatani padi layak untuk diusahakan.

Setelah PUAP nilai R/C untuk biaya tunai sebesar 3, tidak berbeda dengan nilai R/C rasio sebelum PUAP. Tetapi nilai R/C rasio atas biaya total berbeda antara sebelum dan setelah PUAP. Sebelum PUAP nilai R/C rasio sebesar 2,83, artinya setiap Rp.1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 2,83,00. Nilai R/C rasio setelah PUAP lebih besar dari satu sehingga usahatani padi leyak untuk diusahakan. Perbedaan nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total dikarenkan ada biaya yang diperhitungkan dalam biaya total sehingga biaya yang dikeluarkan bertambah. Biaya yang diperhitungkan walaupun nilainya kecil namun sangat mempengaruhi pendapatan total.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan:
1.    Pendapatan petani sebelum PUAP Rp. 6.399.047,00 dan setelah PUAP Rp. 8.435.686,00. Ada peningkatan pendapatan antara sebelum dan setelah PUAP sebesar Rp. 2.036.639,00. Hal ini menunjukkan bahwa Program PUAP berdampak positif terhadap pendapatan petani
2.    Sebelum nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 3 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 2,43. Setelah PUAP nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 3 dan nilai R/C rasio atas biaya total 2,83. Nilai R/C rasio lebih besar dari satu berarti usahatani padi layak untuk diusahakan.
3.    Nilai t-hitung = │-2,618│ >  t-tabel = 1,645, maka tolak H0. Artinya ada perbedaan yang nyata terhadap pendapatan petani sebelum dan setelah Program PUAP

DAFTAR PUSTAKA
 Badan Pusat Statistik. 2009. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-
Ekonomi  Indonesia. Jakarta.
Pedoman Umum PUAP. 2009. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Jakarta.
Prihartono, M.K. 2009. Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis
Pertanian terhadap  Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Anggota Gapoktan.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. PUAP untuk Kesejahteraan
Rakyat.  Vol. 1 no. 36. Tahun 2009. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian Bogor.
Walpole, R.E. 1995.  Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama. 
             Jakarta.