PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS PADI DAN PENDAPATAN MELALUI PENDEKATAN PENGELOLAAN TANAMAN
TERPADU (PTT) DI KECAMATAN TULANG BAWANG TENGAH KABUPATEN TULANG BAWANG
Zahara dan Nasriati
ABSTRAK
Peningkatan produktivitas dan produksi pangan diharapkan mampu mengatasi
ancaman krisis pangan. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan
produktivitas padi di Indonesia melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu.
Perpaduan dari berbagai komponen teknologi yang dirakit dan disesuaikan dengan
kondisi lokasi tertentu diharapkan menghasilkan produksi yang tinggi. Salah
satu komponen teknologi yang diterapkan di SLPTT padi adalah varietas unggul
baru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktivitas padi, kelayakan
usaha dan peningkatan pendapatan melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Penelitian dilaksanakan di lokasi SLPTT Kabupaten Tulang Bawang Barat
Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai
dengan September 2010. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode demplot di lokasi LL menggunakan pendekatan
PTT. Varietas yang diuji pada demplot yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan
Cigelis. Varietas kontrol yang digunakan pada kajian ini yaitu Varietas
Ciherang. Data yang dikumpulkan antara lain produksi, biaya produksi meliputi
benih padi, pupuk, dan biaya tenaga kerja. Produksi padi yang dihasilkan
merupakan produksi ubinan. Pendapatan usahatani dapat dihitung menggunakan
rumus : P = TR – TC. Untuk mengetahui kelayakan dan keberhasilan usahatani digunakan analisis
rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio).
Hasil penelitian menunjukkan produktivitas meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari
4 sebesar 3.100 kg/ha (10,71 %), Inpari 7 sebesar 3.300 kg/ha (17,86 %), Inpari
9 sebesar 3.600 kg/ha (28,57 %) dan Cigelis sebesar 3.000 kg/ha (7,14 %)
sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya mencapai 2.800 kg/ha.
Pendapatan meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4 sebesar Rp. 4.030.000,-/ha
(164,26 %), Inpari 7 sebesar Rp. 4.530.000,-/Ha (197,05 %), Inpari 9 sebesar
Rp. 5.280.000,-/ha (246,23 %) dan Cigelis sebesar Rp. 3.780.000,-/ha (147,87 %)
sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya sebesar Rp. 1.525.000,-/ha.
Usahatani padi untuk uji VUB layak diusahakan karena nilai R/C rasio > 1
yaitu Inpari 4 sebesar 1,08, Inpari 7 sebesar 1,22, Inpari 9 sebesar 1,42 dan
Cigelis sebesar 1,02.
Kata kunci : PTT, produktivitas, pendapatan, kelayakan
usaha
PENDAHULUAN
Jumlah penduduk indonesia mencapai 237 juta jiwa pada
tahun 2010 dan pada Tahun sebelumnya mencapai 231 juta jiwa (BPS,2009). Kondisi ini menunjukkan bahwa penduduk
Indonesia selalu bertambah setiap tahunnya. Sejalan dengan pertambahan penduduk
maka kebutuhan akan pangan meningkat pula. Pertambahan penduduk bila tidak dibarengi dengan pertambahan stok
pangan maka akan terjadi krisis pangan. Indonesia merupakan negara agraris yang
sangat kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, namun tidak menjamin
kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Hal ini terbukti dengan selalu terjadi
kekurangan stok pangan dan harus mengimpor dari luar, tahun ini Indonesia
berencana akan kembali mengimpor beras sebesar 1,75 juta ton. Jika ini
terealisasi, maka Indonesia merupakan importir beras terbesar kedua di dunia. Beberapa komoditas pangan utama yang diimpor yaitu kedelai
(70 persen), garam (50 persen), daging sapi (23 persen), dan jagung (11,23
persen) (VOANews.com,2011). Ketergantungan Indonesia yang besar terhadap impor
sejumlah komoditas pangan utama menyebabkan Indonesia terancam menghadapi
krisis pangan. Demikian menurut Direktur Riset Institute for
Development of Economics of Finance (Indef), Evi Noor Afifah (VOANews.com,2011).
Indikator ancaman krisis pangan ini juga tergambar dari
daya beli masyarakat yang terus tergerus akibat lonjakan harga. Saat ini
sejumlah komoditas pangan seperti beras, minyak goreng, cabe, tahu, tempe,
daging sapi dan daging ayam terus mengalami kenaikan yang sangat signifikan.
Gagal panen akibat pergantian cuaca yang ekstrim merupakan penyebab pemerintah
melakukan impor beras.
Swasembada beras masih
menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka menghadapi ancaman krisis pangan.
Peningkatan produktivitas dan produksi pangan diharapkan mampu mengatasi
ancaman krisis pangan. Salah satu program pemerintah untuk meningkatkan
produktivitas padi di Indonesia adalah Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu. Perpaduan dari berbagai komponen teknologi yang dirakit dan
disesuaikan dengan kondisi lokasi tertentu diharapkan menghasilkan produksi
yang tinggi. Tindakan PTT merupakan good
agronomic practices yang meliputi : (a) penentuan pilihan
komoditas adaptif sesuai agroklimat dan musim tanam, (b) varietas unggul
adaptif dan benih bermutu tinggi, (c) pengelolaan tanah, air, hara dan tanaman
secara optimal, (d) pengendalian hama penyakit secara terpadu, dan (e)
penanganan panen dan pasca panen secara tepat (Sumarno dan Suyamto, 2000). Salah satu komponen teknologi yang diterapkan
di SLPTT padi adalah varietas unggul baru. Ada berbagai varietas yang
dikenalkan dan diterapkan dalam SLPTT padi diantaranya yaitu Inpari 1, Inpari
4, Inpari 7, Inpari 9, Cigeulis. SLPTT dilaksanakan di hamparan sawah seluas 25
Ha, 24 ha untuk SLPTT dan 1 ha untuk Laboratorium Lapang (LL).
Pada tahun 2010
Kabupaten Tulang Bawang Barat melaksanakan SLPTT padi seluas 2500 ha yang
teridiri dari SL (sekolah lapang) padi inbrida sebanyak 88 unit dan padi
hibrida 12 unit. Untuk memudahkan penerapan teknologi model PTT pada setiap
unit SL-PTT dibentuk 1 unit LL (Laboratorium Lapang). LL merupakan kawasan yang
berada dalam areal SL-PTT yang berfungsi sebagai areal percontohan (demplot)
bagi petani peserta SL-PTT (Deptan, 2008). Untuk LL disediakan sarana produksi
berupa benih unggul dan pupuk. SL-PTT di Kabupaten Tulang Bawang Barat
dilaksanakan di 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Tulang
Bawang Udik dan Tumijajar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
produktivitas padi, kelayakan usaha dan peningkatan pendapatan melalui
pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di lokasi SLPTT Kabupaten Tulang Bawang Barat
Kecamatan Tulang Bawang Tengah. Uji VUB dilaksanakan di 6 (enam) desa yaitu Tunas Asri, Wono Kerto, Candra
Kencana, Mulya Jaya, Pulung Kencana dan Panaragan. Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai dengan
September 2010.
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode demplot di lokasi LL menggunakan pendekatan PTT.
Teknologi yang diterapkan yitu penggunaan VUB, pupuk sesuai dengan Peraturan Meneri
Pertanian Nomor : Permenten/OT.104/4/2007, sistem tanam jejer legowo. Varietas
yang diuji pada demplot yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis.
Varietas kontrol yang digunakan pada kajian ini yaitu Varietas Ciherang. Data
yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang dikumpulkan antara
lain produksi, biaya produksi meliputi benih padi, pupuk, dan biaya tenaga
kerja. Produksi padi yang dihasilkan merupakan produksi ubinan. Pendapatan
usahatani dapat dihitung menggunakan rumus :P = TR – TC
dimana :
P = Pendapatan bersih usahatani
(Rp)
TR =
Total penerimaan usahatani (Rp)
TC
= Total Biaya (Rp)
Untuk mengetahui kelayakan dan keberhasilan usahatani digunakan analisis
rasio pendapatan dan biaya (R/C rasio).
Analisis kelayakan usahatani dihitung menggunakan rumus:
R/C
= TP/BT(Rasio atas biaya total)
Keterangan : TP = Total penerimaan usahatani (Rp)
BT = Biaya
total (Rp)
Jika : R/C > 1, maka dikatakan usahatani layak
R/C < 1, maka dikatakan usahatani tidak layak
R/C = 1, maka dikatakan usahatani impas
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan SLPTT bertujuan untuk meningkatkan produktivitas padi dengan
menguji Varietas Unggul Baru (VUB). Dalam penelitian ini varietas unggul yang
diuji pada lokasi SLPTT yaitu Varietas Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis
sedangkan pada lokasi non SLPTT Varietas Ciherang sebagai varietas pembanding. Produktivitas
padi dari masing-masing varietas yang diuji dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Prosentase peningkatan produktivitas
dan pendapatan petani padi pada lokasi
SLPTT padi di Kecamatan Tulang Bawang Tengah,
Kabupaten Tulang Bawang.
No
|
Uraian
|
Lokasi SLPTT
|
Lokasi Non SLPTT
|
|
|
Inpari 4
|
Inpari 7
|
Inpari 9
|
Cigelis
|
Ciherang
|
1
|
Produktivitas (kg/ha)
|
3.100
|
3.300
|
3.600
|
3.000
|
2.800
|
2
|
Prosentase peningkatan
(%)
|
10,71
|
17,86
|
28,57
|
7,14
|
-
|
3
|
Pendapatan bersih
(Rp/ha)
|
4.030.000
|
4.530.000
|
5.280.000
|
3.780.000
|
1.525.000
|
4
|
Peningkatan pendapatan
(%)
|
164,26
|
197,05
|
246,23
|
147,87
|
-
|
Dari Tabel 1 terlihat bahwa produktivitas padi pada lokasi SLPTT lebih
tinggi jika dibandingkan dengan produktivitas padi pada lokasi non SLPTT. Hal
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produktivitas padi pada lokasi SLPTT.
Produksi tertinggi dicapai oleh oleh varietas Inpari 9 sebesar 3.600 kg/ha atau
meningkat sebesar 28,57 %. Menurut Suprihatno et al (2009), bahwa potensi hasil
varietas Inpari 9 adalah 9,3 ton/ha dan rata-rata hasil 6,41 ton/ha. Selain itu
varietas Inpari 9 memiliki bentuk tanaman tegak, agak tahan penyakit hawar daun
bakteri ras III dan agak tahan penyakit tungro inokulum no. 013. Selanjutnya
diikuti oleh varietas Inpari 7 sebesar 3.300 kg/ha atau meningkat sebesar 17,86
%, varietas Inpari 4 sebesar 3.100 kg/ha atau sebesar 10,71 % dan varietas
Cigelis sebesar 3.000 kg/ha atau naik sebesar 7,14 %. Keempat varietas yang
diuji pada lokasi SLPTT memiliki produksi yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan varietas Ciherang pada lokasi non SLPTT yang hanya mencapai 2.800 kg/ha.
Perbedaan
ini disebabkan pada lokasi SLPTT diterapkan komponen teknologi berupa Varietas
Unggul Baru (VUB) yaitu Inpari 4, Inpari 7, Inpari 9 dan Cigelis. Selain itu
juga menggunakan pemupukan berimabang menggunakan Bagan warna Daun (BWD) dan sistem
tanam legowo.
Menurut Peng (1994), Potensi hasil padi tipe baru dapat mencapai
30-50% lebih tinggi daripada varietas yang ada, pada lingkungan yang sesuai di
daerah tropis. Namun pada penelitian ini peningkatan hasil tidak mencapai 30 %,
hal ini disebabkan tanaman terserang hama penyakit blast, keong mas dan tikus,
banyaknya hama tikus disebabkan lokasi uji varietas yang berdekatan dengan
tanaman karet. Selain itu kondisi iklim yang ekstrim juga menjadi penyebab
hasil tidak maksimal. Tetapi tetap saja mengalami kenaikan produktivitas bila
dibandingkan dengan varietas Ciherang yang biasa ditanam oleh petani walaupun
kenaikannya tidak signifikan. Berdasarkan hasil penelitian Zaini (2008)
menyimpulkan bahwa dengan pendekatan Pengelolaan tanaman Terpadu (PTT) yang
menggunakan varietas padi inbrida mampu berproduksi 6,49 ton GKG/ha. Peningkatan produktivitas padi di lokasi SLPTT juga
disebabkan karena penggunaan sistem tanam jejer legowo. Dengan sistem tanam
jejer legowo semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir tanaman
yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir). Dengan adanya
barisan kosong (legowo), penyerapan nutrisi oleh akar menjadi lebih sempurna
sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman (Setyanto dan
Kartikawati, 2008). System tanam jejer legowo lebih menguntungkan
karena tanaman tidak saling berebut makanan, sehingga akar dalam setiap rumpun
padi memperoleh nutrisi yang optimal yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan
juga produksi.
Pendapatan varietas Inpari 9 meningkat sebesar 246,23 %, dilanjutkan dengan
varietas Inpari 7 naik sebesar 197,05 %,
varietas Inpari 4 naik sebesar 164,26 % dan varietas Cigelis naik sebesar 7,14 %. Produktivitas yang
tinggi diikuti dengan pendapatan yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan tujuan
SLPTT yaitu meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani sehingga mampu
meningkatkan pendapatan.
Penerimaan merupakan nilai
produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani padi
diperoleh dari nilai produksi dikalikan dengan harga jual. Pendapatan usahatani
diperoleh dari penerimaan rata-rata dikurangi dengan biaya pengeluaran
rata-rata. Biaya usahatani merupakan penggunaan faktor-faktor produksi pada proses
usahatani padi. Pendapatan rata-rata
petani peserta SLPTT dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Analisis
usahatani padi pada lokasi SLPTT dan non SLPTT Kecamatan
Tulang
Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang.
No
|
Uraian
|
Lokasi SLPTT
|
Lokasi Non SLPTT
|
Inpari 4
|
Inpari 7
|
Inpari 9
|
Cigelis
|
Ciherang
|
1
|
Biaya Usahatani
|
|
|
|
|
|
|
- Benih
|
160.000
|
160.000
|
160.000
|
160.000
|
160.000
|
|
- Pupuk Urea
|
170.000
|
170.000
|
170.000
|
170.000
|
255.000
|
|
- Pupuk Ponska
|
540.000
|
540.000
|
540.000
|
540.000
|
810.000
|
|
- Tenaga Kerja
|
2.850.000
|
2.850.000
|
2.850.000
|
2.850.000
|
2.850.000
|
|
Total Biaya Usahatani
|
3.720.000
|
3.720.000
|
3.720.000
|
3.720.000
|
4.050.000
|
2
|
Penerimaan
|
|
|
|
|
|
|
- Produksi GKP
(kg)
|
3.100
|
3.300
|
3.600
|
3.000
|
2.800
|
|
- Harga Jual
(Rp/kg)
|
2.500
|
2.500
|
2.500
|
2.500
|
2.000
|
|
- Nilai Produksi
|
7.750.000
|
8.250.000
|
9.000.000
|
7.500.000
|
5.600.000
|
3
|
Pendapatan
|
4.030.000
|
4.530.000
|
5.280.000
|
3.780.000
|
1.550.000
|
|
R/C rasio
|
1,08
|
1,22
|
1,42
|
1,02
|
0.38
|
Tabel 2 menunjukkan produksi padi
pada lokasi SLPTT lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi non SLPTT. Penerimaan
tertinggi diperoleh varietas Inpari 9 sebesar Rp. 9.000.000/ha, diikuti
varietas Inpari 7 sebesar Rp. 8.250.000,-/ha, varietas Inpari 4 sebesar Rp.
7.750.000,-/ha dan Cigelis sebesar Rp. 7.500.000,-/ha. Penerimaan total diperoleh dari pengalian
antara harga dan produksi. Penerimaan total dikurangi biaya maka diperoleh
pendapatan bersih. Peningkatan produksi secara langsung berpengaruh terhadap
pendapatan. Pendapatan tertinggi dicapai oleh varietas Inpari 9 sebesar
5.280.000/ha, diikuti dengan varietas Inpari 7 sebesar Rp. 4.530.000,-/ha,
varietas Inpari 4 sebesar Rp. 4.030.000,-/ha dan pendapatan terendah dicapai
oleh varietas Cigelis sebesar Rp. 3.780.000,-/ha. Perbedaan tingkat pendapatan
disebabkan perbedaan produksi yang dicapai oleh masing-masing VUB.
Nilai kelayakan usahatani (R/C rasio)
menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan layak atau tidak untuk diusahakan.
Nilai R/C rasio dari ketiga varietas pada lokasi SLPTT dan lokasi non SLPTT
tidak berbeda jauh. Nilai R/C rasio untuk keempat varietas rata-rata mencapai
nilai > 1 artinya usahatani padi dengan menggunakan keempat varietas
tersebut layak diusahakan. Nilai R/C rasio untuk Inpari 9 lebih besar dari
varietas lainnya yaitu 1,42, artinya setiap Rp. 1,- biaya yang dikeluarkan
untuk berusahatani padi di lokasi SLPTT akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,42,-.
Usahatani padi menggunakan varietas inpari 9 layak diusahakan karena nilai R/C
rasio > 1. Nilai R/C rasio untuk varietas Cigelis lebih kecil dari varietas
Inpari 4, Inpari 7 dan inpari 9 yaitu 1,02,- artinya setiap Rp.1,- biaya yang
dikeluarkan dalam berusahatani padi pada lokasi SLPTT akan memperoleh
penerimaan sebesar Rp. 1,02,-. Usahatani padi menggunakan varietas Cigelis
layak diusahakan karena nilai R/C rasio >1. Sedangakan nilai R/C rasio untuk
varietas Ciherang pada lokasi non SLPTT yaitu 0,38,- artinya setiap Rp. 1,-
biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp. 0,38,-. Nilai R/C
rasio < 1 maka usahatani padi menggunakan varietas Ciherang tidak layak
untuk diusahakan bahkan akan mengalami kerugian.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Produktivitas meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4
sebesar 3.100 kg/ha (10,71 %), Inpari 7 sebesar 3.300 kg/ha (17,86 %), Inpari 9
sebesar 3.600 kg/ha (28,57 %) dan Cigelis sebesar 3.000 kg/ha (7,14 %)
sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya mencapai 2.800 kg/ha.
2. Pendapatan meningkat untuk uji VUB yaitu Inpari 4 sebesar
Rp. 4.030.000,-/ha (164,26 %), Inpari 7 sebesar Rp. 4.530.000,-/Ha (197,05 %),
Inpari 9 sebesar Rp. 5.280.000,-/ha (246,23 %) dan Cigelis sebesar Rp.
3.780.000,-/ha (147,87 %) sedangkan varietas Ciherang sebagai pembanding hanya
sebesar Rp. 1.525.000,-/ha.
3. Usahatani padi untuk uji VUB layak diusahakan karena
nilai R/C rasio > 1 yaitu Inpari 4 sebesar 1,08, Inpari 7 sebesar 1,22,
Inpari 9 sebesar 1,42 dan Cigelis sebesar 1,02.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik
(BPS). 2009. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-
Ekonomi Indonesia. Jakarta.
Departemen Pertanian. 2008. Panduan
Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman
Terpadu (SL-PTT) Padi. Jakarta.
Peng,
S.G.S. 1994. Evaluation of the new plant ideotype for increased yield
potential. In:
K.G.Cassman (Ed). Breaking the Yield Barrier.
International Rice Research Institute,
Philippines. P.5-20.
|
Setyanto,
P dan R. Kartikawati. 2008. Sistem Pengelolaan Tanaman Padi Rendah Emisi Gas
Metan. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan,
Vol 27 (3): 154-163
|
Sumarno,
I.G. Ismail dan S. Partohardjono. 2000. Konsep Usahatani Ramah Lingkungan
dalam Makarim et al. (Eds).
Prosiding Simposium Penelitian Tanaman pangan IV.
Tonggak Kemajuan Teknologi Produksi
Tanaman Pangan. Konsep dan Strategis
Peningkatan Produksi Pangan. Pusat
Penelitian dan pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor
Suprihatno,
B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki, S.E., Suprihanto, A. Setyono, S.D.
Indrasari,
M.Y. Samaullah, dan H. Sembiring.
2009. Deskripsi varietas Padi. Balai Besar
Penelitian Padi, Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. 105 halaman.Zaini, Z. 2008. Memacu Peningkatan
Produktivitas Padi sawah melalui Inovasi Teknologi
Budidaya Spesifik Lokasi dalam Era
Revolusi Hijau Lestari. Majalah
Pengembangan
Inovasi Pertanian Volume 2 (1). Hlm
3.
WWW.VOANews.Com.
Krisis Pangan Ancam Indonesia. Jakarta. Rabu, 02
Maret 2011
|